Sabtu, 25 Juli 2015

JADWAL SAFARI DAUROH Ust. DR. M. ARIFIN BADRI, MA

Bismillaah..

Hadirilah...

SAFARI DAKWAH ILMIYAH ISLAMIYAH
bersama
Ust. DR. M. ARIFIN BADRI, MA
Alumni Universitas Islam Madinah Arab Saudi
(Dosen, Penulis, & Pembina Insan TV)

Menata Hati
Meniti Kebenaran
dan
Menggapai Keberkahan Di Atas Islam

di Medan - Tebing Tinggi
Insyaa'Allah akan diselenggarakan pada
Jum'at, 29 Syawwal s/d
Ahad, 1 Dzul Qa'idah 1436 H
(14-08-2015 s/d 16-08-2015).

Yayasan Pendidikan dan Dakwah Islam (YPDI) Qurratu 'Aini mengajak kita untuk ber-TA'AAWANU 'ALAL BIRRI WATTAQWA,
saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.

Infaq dan bantuan bapak/ibu/saudara/saudari bisa ditransfer ke nomor rekening YPDI QURRATU 'AINI :

BSM MANDIRI  7081156594
a.n SUTRISNO.

Jazaakumulloohu khoyron wa syukron

JADWAL DAUROH :

1. Masjid Raya
Tebing Tinggi,
Hari Jum'at, (malam Sabtu)
29 Syawwal 1436 H / 14-08-2015
ba'da Maghrib s/d selesai.
Tema : Aman Bersama Islam

2. Sekolah Tinggi Agama Islam AS-SUNNAH
Jl. Medan-Tanjung Morawa, Km 13 Desa Bangun Sari Gg, Darmo
Hari Sabtu,
30 Syawwal 1436 H / 15-08-2015
pukul 08.30 WIB s/d selesai.
Tema : Adab, Akhlak dan Metode Ahlus Sunnah dalam Dakwah

3. Masjid MUSLIMIN
JL. Sun Yat Sen, Medan
Hari Sabtu, (Malam Ahad)
30 Syawwal 1436 H / 15-08-2015
ba'da Maghrib s/d selesai.
Tema : Fiqih Perniagaan Islam

4. Masjid AL-JIHAD
JL. Abdullah Lubis, Medan
Hari Ahad,
1 Dzul Qa'idah 1436 H / 16-08-2015
pukul 09.00 WIB s/d - selesai.
Tema : Berkasih Sayanglah Wahai Ahlus Sunnah
(Bedah Buku - Syaikh Abdul Mukhsih Al-Abad)

Ayo... kabarkan kepada Saudara-Saudari kita...

HADIRI DAUROH ILMIYAH ISLAMIYAH
UST. DR. M. ARIFIN BADRI, MA.

Gratis - Terbuka untuk umum ikwan dan akhwat !

Gratis pembagian al-Qur'an pada safari dakwah di :
- STAI AS SUNNAH
- MASJID AL JIHAD

www.ypdiqa.blogspot.com

Selasa, 21 Juli 2015

Hukum Membuka Praktik Ruqyah

Hukum Membuka Praktik Ruqyah

Pertanyaan:
Syaikh Shaleh bin Fauzan ditanya: Apa pendapat Syaikh tetang orang yang membuka praktik pengobatan dengan bacaan ruqyah?

Jawaban:
Ini tidak boleh dilakukan, karena membuka pintu fitnah, membuka pintu usaha bagi yang berusaha melakukan tipu muslihat. Ini bukanlah perbuatan as-salafush shalih - membuka tempat praktik-. Melebarkan sayap dalam hal ini akan meimbulkan kejahatan, kerusakan masuk di dalamnya dan ikut serta di dalamnya orang yang tidak baik. Karena manusia dipengaruhi oleh sifat tamak, ingin menarik hati manusia kepada mereka, kendati dengan melakukan berbagai hal yang diharamkan. Dan tidak boleh dikatakan, “Ini adalah orang shaleh,” karena manusia mendapat fitnah, semoga Allah memberi perlindungan. Walaupun dia seorang yang shalih maka membuka pintu ini tetap tidak boleh.
( Al-Muntaqa min Fatawa Alu Fauzan , Jilid:II Hal. 148).
Sumber: Fa twa-Fatwa Terkini Jilid 3 , Darul Haq Cetakan VI 2011

Hukum Membuka Praktik Ruqyah
Konsultasi Kesehatan dan Tanya Jawab Pendidikan Islam

http://www.konsultasisyariah.com/hukum-membuka-praktik-ruqyah/

Senin, 20 Juli 2015

Nasehat Kepada Tukang Ruqyah

Nasehat Kepada Tukang Ruqyah

Rabu , 12 November 2014

Oleh : Ustadz Abu Riyadl Nurcholis Majid

Nasehatku kpd tukang ruqyah . .

1 . Bertakwalah kpd Allah . .
2 . Jaga hati dari rasa ujub atau bangga jika
telah berhasil meruqyah jin .
3 . Jangan sok tau perkara jin krn jin itu
ghoib buat manusia . . . mereka melihat kita
dari sisi kita tak mampu melihat mereka.
4 . Jangan ajak dialog para orang yg
kesurupan , krn orang waras tidak ngomong
dgn orang yg gak waras . . dan
sesungguhnya jin pandai menipumu .
5 . Janganlah ruqyahmu kau jadikan mata
pencarian atau sebagai profesi untuk cari
nafkah . .
6 . Jangan dirimu banyak berilustrasi
tentang jin krn itu adalah khurofatmu. . .
7 . Cukupkan ruqyah dgn Quran dan doa- doa
sunnah atau doa yg sah menurut syariah . .
8 . Jangan membuat cara cara tersendiri
dari pengalamanmu dalam meruqyah. . . krn
ruqyah adalah bacaan Quran atau doa
amaliyah makhdhoh harus sesuai sunnah.
Sehingga jika kau buat tatacara songko
hasil panemumu mongko kui isoh
bidngah . . . . ( diwoco coro jowo wae )
Nasehat lain masih ana pikir dulu. . .
_____________________________
Dishare oleh Ustad Abu Riyadl , Lc
hafidzahullah tgl 17 Al- Muharram 1436 / 10
Nov 2014

Salamdakwah
http://m.salamdakwah.com/baca-artikel/nasehat-kepada-tukang-ruqyah.html#.VazZETNZ74w

Minta Diruqyah Tercela?

Minta Diruqyah Tercela?

21 Februari, 2012

By: Ustadz Aris

Para ulama berselisih pendapat tentang hadits ini [yaitu hadits yang mengatakan bahwa salah satu ciri orang yang masuk surga tanpa hisab adalah orang yang tidak minta diruqyah, pent.].

Sebagian ulama berpendapat sebagaimana dalam berbagai buku syarah atau penjelasan hadits, bahwa makna hadits tersebut sebagaimana makna zhahirnya. Sehingga seorang itu meminta orang lain untuk meruqyahnya maka dia tidak akan termasuk ke dalam hadits di atas.

Sedangkan sebagian ulama yang lain dan mereka adalah a-immah muhaqqiqun [para ulama yang teliti dan jeli] berpendapat bahwa maksud pokok hadits hadits adalah bagian akhirnya yaitu mereka adalah orang orang yang hanya bertawakkal kepada Allah.

Sehingga seorang itu benar benar bertawakkal alias menggantungkan hatinya kepada Allah maka tidaklah masalah berbagai usaha yang dia lakukan asalkan dia tidak bertawakal [menggantungkan hatinya] dengan usaha yang dia lakukan.

Oleh karena itu jika seorang yang sakit itu meminta kepada orang lain untuk meruqyah dirinya dan dia sendiri benar benar tawakkal kepada Allah maka itu mengapa.

Ciri orang yang masuk surga tanpa hisab dalam hadits di atas bisa kita kategorikan menjadi dua bagian:

Pertama, perkara yang terlarang dalam syariat. Itulah perasaan perasaan sial. Orang yang memiliki perasaan sial itu telah menjadikan sebagian sebab seakan akan sarana tercegahnya nikmat atau terjadinya marabahaya. Oleh karena orang jahiliah manakala melihat burung terbang ke arah timur maka dia berprasangka akan timbulnya marabahaya. Namun jika dia jumpai burung terbang ke arah barat maka yang muncul adalah perasaan yang lain.

Allah ingin menjelaskan bahwa sebab yang diyakini oleh sebagian orang sebagai sebab padahal syariat atau hukum kausalitas tidak menetapkannya sebagai sebab maka menggantungkan hati padanya atau melakukannya adalah syirik besar jika dia menyakini bahwa sebab tersebut memberi manfaat atau bahaya dengan sendirinya. Jika tanpa keyakinan tersebut sehingga yang terjadi hanyalah menyakini sebab yang bukan sebab secara syariat atau pun hukum kausalitas yang ada di alam semesta maka itu terhitung syirik kecil yang disebut oleh para ulama dengan sebutan kufrun duna kufrin atau kekafiran yang kecil.

Kedua, perkara yang mengurangi kadar tawakkal seseorang. Itulah minta diobati dengan cara kay dan minta untuk diruqyah.

Berdasarkan uraian di atas maka orang yang memang perlu diruqyah lantas dia meminta kepada orang lain untuk meruqyah dirinya dalam keadaan dia yakin bahwa yang menyembuhkan adalah Allah sedangkan ruqyah hanyalah usaha atau lantaran sehingga tentu saja dia tidak berkeyakinan bahwasanya kesembuhan itu di tangan fulan si peruqyah maka hukum hal tersebut adalah tidak mengapa.

Para ulama mengatakan bahwa diantara bukti yang menunjukkan benarnya pendapat yang kedua adalah seorang itu secara umum diperintahkan untuk berobat.

Kita semua tahu bahwa boleh jadi kesembuhan si sakit sebabnya adalah dokter namun pada kenyataannya hal ini tidaklah terlarang. Tidaklah menutup kemungkinan, pengobatan dokter -dikarenakan lemahnya tawakkal- itu lebih berkesan dalam hati dari pada kesan yang timbul karena ruqyah.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa yang jadi pokok masalah adalah tawakal kepada Allah dengan sebenar benarnya.

Namun tidaklah diragukan bahwa meminta diruqyah atau diobati dengan cara kay atau semisalnya menyebabkan melemahnya tawakal seseorang kecuali jika tawakalnya benar benar terjaga. Jika tawakkal benar benar terjaga maka meminta ruqyah itu tidaklah mengapa.

Demikian penjelasan Syaikh Dr Abdullah bin Nashir al Sulmi mengenai permasalahan ini.

Penjelasan beliau bisa disimak pada menit 02:45 sampai 05:37 dalam kajian yang bisa dijumpai pada link berikut

http://www.safeshare.tv/w/uHrxBaSpNG

ustadzaris.com/minta-ruqyah-tercela

Bolehkah Meminta Diruqyah?

Bolehkah Meminta Diruqyah?

02 November, 2009

By: muhammad abduh

Tanya: Bolehkah berdialog dengan jin muslim ketika meruqyah?

Jawab:

Tidak boleh, dari mana kita tahu bahwa jin tersebut benar-benar muslim. Boleh jadi dia adalah munafik yang mengaku sebagai muslim atau dia adalah jin kafir yang mengaku muslim. Kita tidak tahu alam jin dan hal-hal gaib lainnya. Jadi hal tersebut tidak dibolehkan.

Orang yang mengaku muslim dan ada di hadapan kita serta mengerjakan shalat saja tidak kita ketahui apakah dia benar-benar muslim. Kita hanya menilai orang tersebut sebatas sisi lahiriahnya saja.

Tidak ada alasan untuk mempersulit diri semacam ini. Orang yang bersabar ketika sakit akan Alloh beri pahala.

Ada seorang buta menghadap Nabi lalu meminta kepada Nabi agar mendoakannya supaya bebas dari kebutaan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau mau akan aku doakan. Namun jika mau bersabarlah” (HR Tirmidzi no 3578 dari dari Utsman bin Hunaif, dinilai shahih oleh al Albani).

Demikian pula ada seorang perempuan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai rasulullah aku terkena penyakit ayan. Tolong doakan aku”. Nabi bersabda, “Jika engkau mau akan kudoakan. Akan tetapi jika engkau mau bersabarlah dan untukmu surga” (HR Bukhari no 5328 dan Muslim no 2576 dari Ibnu Abbas).

Jadi tidak perlu memaksa-maksakan diri. Apakah kita lebih sayang kepada orang sakit dibandingkan dengan Nabi?
Alloh menguji hamba-hambaNya dengan sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satupun rasa capek, sedih, sakit bahkan gelisah yang dialami seorang muslim kecuali menjadi sebab Alloh akan menghapus dosa-dosanya” (HR Bukhari no 5318 dan Muslim no 6733 dari Abu Hurairah dan Abu Said).

Seorang mukmin mungkin saja sakit dan dia akan dapat pahala jika dia bersabar,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ,
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”.” (QS al Baqarah:155-156)

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak minta untuk diruqyah, tidak minta untuk di-kay (pengobatan dengan besi panas) dan hanya bertawakkal kepada rabbnya” (HR Bukhari no 5378 dan Muslim no 549 dari Ibnu Abbas).

Maka orang yang meminta agar diruqyah itu turun kadar iman dan tawakalnya. Orang-orang yang sakit hendaknya kita nasehati untuk bersabar, tidak meminta untuk diruqyah, mengadu dan berdoa kepada Alloh. Meminta untuk diruqyah tergolong mengemis. Oleh karenanya mengurangi kadar tawakal.
Mukmin selama di dunia ini akan mendapatkan berbagai cobaan berupa sakit dan berbagai musibah supaya Alloh bisa meninggikan derajatnya jika dia bersabar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika Alloh mencintai seseorang maka Alloh akan mengujinya. Jika dia bersabar maka untuknya buah kesabarannya. Namun jika dia berkeluh kesah maka untuknya buah keluh kesahnya” (HR Tirmidzi no 2396 dari Anas, dinilai oleh al Albani sebagai hadits hasan shahih).

Seorang mukmin yang sakit wajib bersabar terhadap ketetapan Alloh. Lebih baik lagi jika ridha dengan ketentuan Alloh karena ridha adalah tingkatan iman tertinggi dalam menghadapi takdir Alloh. Bersabar terhadap ketetapan Alloh hukumnya wajib. Sedangkan berkeluh kesah hukumnya haram. Jangan pernah berkeluh kesah,
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”” (QS at Taubah:51)

Jika Alloh berkehendak si sakit ini tidak akan sembuh maka ruqyah atau usaha lainnya tidak ada manfaatnya. Karena segala sesuatu itu dengan kehendak Alloh. Seorang mukmin hanya akan mengadu kepada Alloh, beriman dengan takdir dan bersabar menerima takdir. Lebih baik jika bisa ridha dengan ketentuanNya. Jika ingin berobat maka silahkan berobat. Sedangkan meminta untuk diruqyah hukumnya tidaklah haram namun makruh dan menyebabkan derajatnya di sisi Alloh menjadi turun.

Sedangkan orang yang menjadikan ruqyah sebagai profesi dan berusaha mempopulerkan dirinya sebagai pakar ruqyah bahkan mengiklankan diri di media massa dan membuka ruqyah center, maka orang semisal ini agamanya dipertanyakan. Apa yang mendorongnya melakukan hal tersebut padahal dia sama dengan kaum muslimin yang lain? Keistimewaan apa yang dia miliki? Masih banyak orang yang lebih bertakwa dan lebih berilmu. Prakteknya mereka pun tidak mencukupkan diri dengan ruqyah syar’iyyah bahkan mereka membuat model-model baru dalam ruqyah.

(Diolah dari As-ilah Muhimmah Haula al Ruqyah wa al Ruqo karya Syeikh Rabi’ al Madkhali)

ustadzaris.com/bolehkah-meminta-diruqyah

Mengambil Upah Ruqyah

Mengambil Upah Ruqyah

04 November, 2009

By: muhammad abduh

Tanya: Bolehkah meruqyah orang kafir?

Jawab:

Hukumnya diperbolehkan. Dalilnya, shahabat Abu Said pernah meruqyah orang kafir.
Ketika beliau dalam suatu peperangan. Para shahabat melalui suatu perkampungan. Para shahabat meminta tolong agar bisa mendapat jamuan makan namun mereka menolak. Setelah itu, kepala kampung tersebut tergigit binatang berbisa. Ada penduduk kampung yang menemui rombongan para shahabat seraya berkata, ‘Adakah di antara kalian yang bisa meruqyah?’. Para shahabat menjawab, “Demi Alloh kami tidak mau meruqyah sampai kalian menetapkan upah meruqyah untuk kami. Kami tadi meminta jamuan kepada kalian namun kalian enggan”. Akhirnya mereka memberi upah berupa sejumlah kambing. Abu Said lalu meruqyah kepala kampung tersebut dengan menggunakan surat al Fatihah. Seketika orang tersebut sembuh dan segar seperti sedia kala seakan onta yang baru saja terbebas dari ikatan. Para shahabat lalu membawa pulang sejumlah kambing. Nabi pun tidak mengingkari perbuatan para shahabat ini (HR Bukhari no 5405 dari Ibnu Abbas dan Muslim no 5865 dari Abu Said al Khudri).

Sedangkan sekarang para tukang ruqyah mengambil upah dari pasien meski pasien tidak mendapatkan manfaat dari tukang ruqyah tersebut. Padahal bolehnya mengambil upah dari ruqyah itu dengan syarat si sakit sembuh sebagaimana dalam hadits di atas. Ketika kepala kampung tersebut sembuh para shahabat membawa pulang sejumlah kambing. Seandainya yang diruqyah tidak sembuh para shahabat tidak akan membawa pulang kambing-kambing tersebut.

Sekarang ini, tukang ruqyah demikian rakus dengan harta. Pasien ruqyah tetap tidak kunjung sembuh dan tidak mendapat manfaat dari ruqyahnya sedangkan hartanya tetap harus diserahkan kepada tukang ruqyah tersebut. Maka harta yang diambil oleh tukang ruqyah tersebut adalah haram.
(Diolah dari As-ilah Muhimmah Haula al Ruqyah wa al Ruqo karya Syeikh Rabi’ al Madkhali).

ustadzaris.com/mengambil-upah-ruqyah

Tidak Semua Yang Berlabel Syar'i Itu Syar'i

Tidak Semua Yang Berlabel Syari Itu Syari

Rabu, 25 Januari 2012 , 17:54:12
Oleh : ummu ibrohim

Pada zaman sekarang, banyak penyakit yang menimpa manusia. Ada yang sudah diketahui obatnya dan ada pula yang belum diketahui obatnya. Hal ini merupakan cobaan dari Allah Ta’ala, yang juga akibat dari perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia, Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Alloh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS Asy Syuro: 30).

Ketika Seorang Muslim Sakit

Sesungguhnya ketika penyakit menimpa seorang muslim, maka dia mempunyai kewajiban untuk berikhtiar mencari obatnya dengan berusaha semaksimal mungkin. Dalam usaha mengobati penyakit yang dideritanya, maka wajib baginya memperhatikan tiga hal:

Pertama, dia harus meyakini bahwa obat dan dokter hanya sebagai sarana disembuhkannya penyakit saja, sedangkan yang benar-benar menyembuhkan penyakit hanyalah Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala ketika mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku”. (QS Asy Syu’ara: 80)

Kedua, tidak boleh menggunakan barang yang haram sebagai obat, demikian juga cara pengobatannya tidak boleh dengan cara-cara yang haram apalagi syirik. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan (dari penyakit) kalian dari sesuatu yang haram”. (Hasan, HR Ibnu Hibban)

Tidak boleh juga berobat dengan hal-hal yang syirik, seperti: pengobatan alternatif dengan cara mendatangi dukun, tukang sihir, orang pintar, menggunakan jin, pengobatan jarak jauh dan sebagainya yang tidak sesuai dengan syari’at Islam, sehingga dapat mengakibatkan terjatuh ke dalam perbuatan syirik yang merupakan dosa besar yang paling besar.

Ketiga, dianjurkan untuk melakukan pengobatan dengan sesuatu yang ditunjukkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti ruqyah, yaitu membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang shahih, begitu juga dengan madu, habbatus sauda’ (jintan hitam), air zam-zam, bekam, dan lainnya.

Dan berikut ini kami akan menjelaskan pengobatan dengan cara ruqyah yang belakangan ini banyak terdapat praktek ruqyah yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Fenomena Ruqyah Yang Ada

Seiring dengan semakin merebaknya praktek ruqyah di tengah-tengah masyarakat, semakin bertambah minat masyarakat untuk menjadikan ruqyah sebagai solusi bagi penyakit mereka. Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa di sana ada praktek ruqyah yang sesuai dengan syari’at islam dan ada juga yang menyimpang, meskipun banyak orang yang melabeli praktek ruqyahnya sebagai ruqyah syar’i. Sehingga perlu bagi kita untuk mengetahui ruqyah yang syar’i dan ruqyah yang keliru.

Al Qur’an adalah As Syifa’ (Obat)

Tidak diragukan lagi bahwa pengobatan dengan Al Qur’an dan dengan cara yang diajarkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ruqyah, merupakan pengobatan yang bermanfaat, sekaligus penawar yang sempurna. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Kami turunkan dari Al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Al Isro’: 82). Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menyatakan bahwa Al Qur’an adalah obat/penawar. Bahkan Al Qur’an merupakan obat bagi semua penyakit hati dan penyakit fisik. Tetapi yang perlu diingat bahwa tidak semua orang mampu melakukan pengobatan terhadap suatu penyakit menggunakan Al Qur’an. Orang yang melakukan ruqyah harus mempunyai ilmu tentang ruqyah, mempunyai keyakinan yang kuat terhadap Allah Ta’ala, dan juga terpenuhi syarat-syarat ruqyah.

Syarat-Syarat Ruqyah Syar’i

Para ulama’ telah bersepakat bahwa ruqyah itu diperbolehkan jika memenuhi tiga syarat, yaitu :

Pertama, ruqyah tersebut harus menggunakan firman Allah Ta’ala, nama dan sifat-Nya, atau sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua, ruqyah tersebut harus diucapkan dengan bahasa Arab, diucapkan dengan jelas dan dapat dipahami maknanya.

Ketiga, harus diyakini bahwa yang memberikan pengaruh bukanlah dzat ruqyah itu sendiri, tetapi pengaruh itu terjadi semata-mata karena kekuasaan Allah Ta’ala. Sedangkan ruqyah, itu hanya sebagai salah satu sebab saja.

Praktek Ruqyah Yang Tidak Syar’i

Penting untuk diketahui bahwa tidak semua praktek ruqyah yang dilakukan oleh kaum muslimin itu benar. Tetapi tersebar pula praktek ruqyah yang keliru. Sehingga bagi orang yang memperhatikan praktek pengobatan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, niscaya dia akan melihat berbagai penyimpangan dalam tata cara dan tujuan pada praktek ruqyah yang keliru tersebut. Terjadinya penyimpangan ini, di antaranya berpangkal pada dua hal:

Pertama, karena kurang memahami permasalahan agama dengan pemahaman yang benar.

Kedua, karena membenarkan perkataan jin yang merasuki badan seseorang. Karena pada asalnya jin itu pendusta meskipun terkadang perkatannya benar.

Berikut ini adalah dua contoh dari praktek ruqyah yang keliru yang sering terjadi di masyarakat:

1. Mengajak berkomunikasi jin dan membenarkan perkataannya

Hal ini sering kita dapati pada praktek ruqyah yang terjadi pada jaman sekarang. Fenomena ini hanya akan mengantarkan manusia menuju kerusakan dan pelanggaran. Orang-orang tersebut seolah-olah lupa kalau hukum asal jin adalah seorang pendusta. Para jin juga bukan sumber untuk mendapatkan ilmu. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, “Dia (saat ini) jujur kepadamu, tetapi ia makhluk yang pendusta”.

Praktek ruqyah yang seperti ini mengandung unsur pelanggaran terhadap pentunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara dampak buruk berkomunikasi dengan jin adalah:
Terjadi fitnah dan perseturuan di antara manusia. Sebab tatkala jin mengatakan bahwa si Fulan adalah orang yang menyusupkan pengaruh sihir, dan ini didengar oleh orang banyak, maka dapat mengakibatkan timbulnya permusuhan dan kebencian di antara kaum muslimin. Berapa banyak terjadi perpecahan, permusuhan, putusnya tali silaturrahmi, keluarga yang tercerai berai lantaran perkataan jin yang ada dalam tubuh orang yang kerasukan jin??
Jin akan lebih lama tinggal dalam tubuh korban karena bacaan Al Qur’an dihentikan dengan komunikasi tersebut.

2. Menjadikan Ruqyah Sebagai Profesi

Ini adalah fenomena yang banyak terjadi pada zaman ini. Ada sebagian orang yang menyibukkan diri untuk mengobati penyakit dengan cara ruqyah. Tempat tinggal mereka diperluas dan siap menerima kedatangan para pasien. Jadwal kunjungan mereka tetapkan layaknya rumah sakit. Sehingga orang tersebut menjadikan ruqyah sebagai pekerjaan untuk mencari penghidupan.

Apabila kita melihat perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, perjalanan hidup para sahabat serta sejarah ulama’-ulama’ kaum muslimin yang tidak diragukan lagi keimanan dan keilmuan mereka. Maka kita tidak menemukan seorang pun di antara mereka yang mengkhususkan diri membuka praktek pengobatan dengan cara ruqyah. Kita juga tidak mendapati salah seorang di antara mereka yang menjadikan ruqyah sebagai mata pencaharian.

Oleh karena itu, kita dapat mengetahui bahwa mengkhususkan diri menjadi tukang ruqyah tidak pernah ada pada zaman salafush sholeh (generasi terbaik umat ini). Dan kita mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam kebaikan, seandainya menjadikan ruqyah sebagai profesi itu baik niscaya mereka sudah melakukannya.

Semoga penjelasan yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya. Untuk lebih jelas tentang ruqyah silakan lihat buku “Ruqyah Mengobati Guna-Guna dan Sihir” yang ditulis oleh Al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah.

_______________________________________________
http://abukarimah.wordpress.com/

Salamdakwah
http://m.salamdakwah.com/baca-forum/tidak-semua-yang-berlabel-syari-itu-syari-1.html